Senin, 19 Desember 2016

ANALISIS KAWAN & LAWAN (GHOZWUL FIKRI)

Dari seorang kyai di jatim semoga bisa dijadikan landasan berpikir dan bergerak. 

NU DALAM BIDIKAN

Melalui Media ini izinkan saya tanpa maksud menggurui untuk mengingatkan bahwa NU dalam "kepungan" kelompok² ideologi (Nasional & Trans Nasional) yang memiliki agenda bersama & terselubung (konspirasi) untuk membongkar "Kemapanan Aswaja NU" dalam NKRI. Mereka antara lain: Wahabi, Syi'ah, IM, JAT, ISIS, Ahmadiyah, LDII, HTI, dll.Setelah sekian lama bermanuver, akhirnya mereka menemukan momentum bersama dengan mengusung sentimen keagaaman berbalut politik. Tak ayal, terkait case 411 & 212, mrk tampak kompak memposisikan NU spt "Common Enemy". Alih² membela agama, justru tokoh² & ulama NU jadi target penistaan tanpa batas dengan segala label hujatan & cacian, seolah mereka paling benar & Islami. Ala kulli hal , itulah watak sejati mereka terhadap NU & Nahdliyyin.
Dalam kompetisi sehat & sportif, jika mereka bermain sendiri" tentu bukan tandingan NU dari kacamata manapun, mengingat NU yg notabene mayoritas & jadi mainstream ideologi Islam nasional. Di samping itu, mereka secara terpisah adalah kelompok kecil yg relatif sedang mencari ruang gerak untuk eksist & established. Sebagian terlanjur dipandang sebelah mata, bahkan terkesan tak layak jual, baik oleh negara maupun masyarakat. Karena sejatinya mereka bukan ksatria & kalap untuk membongkar NU, maka cara² pecundang dilakukan dengan formasi "keroyokan" Mungkinkah mrk berani tanding vis a vis NU dengan 1 lawan 1 ??? Saya  pikir tidak !

Mengapa FPI Dijadikan Martir?
Praktis hanya FPI satu-satunya ormas Islam yang berhaluan Aswaja & mengklaim paling identik dengan ideologi dan amaliyah NU. Wajar jika ormas ini dijadikan "lokomotif" untuk menarik sekaligus mengangkut penganut Aswaja termasuk Nahdliyyin. Terbukti, sebagian sedulur² kita yg ikut "Aksi Damai" melontarkan agumen justifikatif yang lugas & ringan: "Oh, mrk Aswaja kok, sama dengan kita. Apalagi dalam acara tersebut semua amaliyah kita (NU) yg dipakai, seperti : sholawat, istighotsah, dzikir bareng, dst. Apanya yg salah sih? Justru kita seharusnya bersyukur, karena mereka yang selama ini membid'ahkan NU malah ikut mengamalkan".
Dalam tataran ini tdk ada yg salah. Wong ibadah koq disalahkan, iya toh ??? Tp mari kita kembali ke substansi tema semula, bhw ini masalah _Perang Ideologi_ alias Ghozwul Fikri antara NU vs kompetitor ideologi lainnya.
Sebelumnya diantara kelompok² tetanga tampak perbedaan sikap & ideologi, bahkan ada yg terkesan bertolak belakang. Tapi kenapa sekarang bisa bersatu? Jangan² selama ini hanya sandiwara alias kamuflase bin motif pengkaburan. Katanya demi Islam. Lho, apakah lantas mereka bisa mengklaim lebih representatif bg muslim Indonesia & paling legitimated? Coba pakai hitungan kalkulasi matematis, apakah NU tidak lebih representatif & legitimated ? Konon juga demi NKRI. NKRI yg mana? Memangnya mereka pernah merasakan pahit getirnya mendirikan Republik ini? NU yg berdarah-darah dalam memperjuangkan tegaknya NKRI aja tidak begitu mudah mengklaim seperti itu koq?
Oh... Mungkin NKRI dalam model atau proyeksi mereka: NKRI Bersyari'at, Khilafah NKRI, NKRI Non-Bid'ah, dll. Terus kira² motif apa lagi? Tidak perlu ditelusuri lebih jauh, karena akan melelahkan & buang² energi, toh muaranya sudah ketahuan: GHOZWUL FIKRI.
Kesimpulannya: apapun manuver yang dilakukan mereka, _munfaridin maupun mutawahhidin_, maka target utamanya adalah "NU". Setuju syukur, tidak setuju sudah biasa...

Disadari atau tidak, diakui atau tidak kita telah terpolarisasi dalam 2 kutub: PRO & KONTRA. Bagi mayoritas elite NU ini hal yg lumrah & NU banget, _GEGERAN_ terus _GER-GERAN_. Apalagi jika pilihan masing diniatkan sebagai ijtihad, mudah²an  masing" dapat pahala sesuai dengan niat & kadar showab-nya. Tapi bagi kalangan Nahdliyin (akar rumput) ini akan menyiasakan masalah serius. Mereka yang terlanjur terbawa arus "seberang" & melihat kenyataan NU pada posisi yang berbeda setidaknya akan memiliki kesan & penilaian tersendiri pasca momentum "Bid'ah Besar" -meminjam istilah Gus Mus- yang lalu. Di satu sisi mereka cenderung mengapresiasi "kelompok seberang", menyanjung tokoh-tokohnya setinggi langit, membanggakan diri masing², dst. Sementara di sisi lain timbul kesan minor bahkan sikap negatif yang menggambarkan menurunnya -jika bukan hancurnya- animo & trust terhadap NU beserta para ulamanya. Di sinilah potensi masalahnya.
Dulu sebelum ada peristiwa tsb, NU  berupaya "jungkir balik" melakukan NU-isasi penganut Aswaja. Tapi hasilnya masih belum maksimal atau kurang signifikan. Padahal masyarakat saat itu relatif tidak punya stigma negatif berlebihan terhadap NU, hanya perlu pendekatan & sentuhan secara intensif. Maka bayangan saya, ke depan, untuk melakukan hal yang serupa & program² lainnya akan mengalami kendala & tantangan yang lebih kompleks & pelik, lantaran jamaahnya sudah laksana benang yg terlanjur kusut & terserak.
Semestinya, ada upaya dari  NU untuk mensikapi dampak peritiwa tersebut dengan segala eksesnya bagi NU & Nahdliyyin. Jika tidak, bukan mustahil akan menimbulkan problem & kendala susulan, baik di tingkat elit maupun akar rumput. Setidaknya perlu forum bersama untuk menetralisir atau mereduksi ketegangan & mencairkan kebekuan. Yaah, SERSAN (Serius tapi Santai) ala NU, sembari ngopi plus ngudud. Semoga lahir solusi sekaligus ide² Wiro Sableng (212) demi kejayaan NU di masa yang akan datang. Aamiin...

Mudah mudahan manfaat ��

Tidak ada komentar:

Posting Komentar